Semua manusia di dunia ini meyakini bahwa Tuhan adalah sosok
yang Agung, Mulia, Sempurna dan segala gelar hebat di sandang oleh-Nya. Kalau
di dunia ada Raja maka Tuhan adalah Maha Raja Diraja. Tuhan Yang Maha Agung dan
Maha Mulia tersebut, sebegitu tingginya sehingga hampir semua manusia merasa
mustahil untuk berjumpa denga-Nya. Hanya golongan tertentu saja seperti Nabi
yang diizinkan untuk menjumpai-Nya. Bahkan dalam pandangan kelompok tertentu
dalam Islam, bahkan Nabi sendiri tidak pernah berjumpa dengan Allah di dunia,
dalil tentang pengalaman Musa ingin melihat Tuhan dijadikan dalil untuk
membenarkan pendapat mereka. Kelompok Mu’tazilah bahkan lebih ekstrim lagi,
mereka berpendapat bahwa Tuhan tidak bisa dilihat atau dijumpai baik di dunia
maupun di akhirat.
Kelompok yang paling banyak adalah
yang berpendapat bahwa Allah tidak bisa dilihat atau dijumpai didunia namun Dia
bisa dijumpai di akhirat setelah manusia meninggal dunia. Karena banyak bahkan
sangat banyak, pada umumnya kita juga meyakini atau dipaksa meyakini bahwa
Tuhan tidak mungkin dilihat di dunia dengan alasan Dia Maha Tinggi dan Maha
Segalanya.
Disisi lain, kaum Sufi meyakini dan memang mengalami hal yang
mustahil bagi kaum awam, yaitu berjumpa, melihat dan berdialog dengan Allah
sebagaimana yang diceritakan para Tokoh Sufi dalam berbagai karyanya, salah
satu Imam al-Ghazali yang melihat dan berdialog dengan Tuhan di dalam mimpi
Beliau.
Pertanyaan yang paling menggoda kita adalah, kenapa ketiga
kelompok ini yang sama-sama mengambil sumber ilmu dari Al-Qur’an dan Hadist
bisa begitu jauh berselisih paham dan ini telah terjadi dari zaman dulu sampai
sekarang. Jawaban normative karena pikiran manusia berbeda-beda dan kemampuan
untuk menyerap ilmu dari sumber yang Agung (Al-Qur’an juga berbeda.
Bagi kelompok yang tidak meyakini bahwa Allah bisa di lihat di
akhirat, dengan segala dalil menyerang kelompok yang meyakini bahwa Allah bisa
dilihat di akhirat. Kaum Mu’tazilah menganggap keliru pemahaman Ahlu Sunnah Wal
Jamaah yang meyakini Allah bisa dilihat di akhirat. Kemudian, orang yang
meyakini bahwa Allah hanya bisa dilihat di akhirat menganggap keliru atau aneh
bagi orang yang meyakini bahwa Allah bisa dilihat di dunia dan akhirat. Kalau
kita terus menerus terjebak kepaa perdebatan tentang Tuhan, maka secara tidak
sadar kita tidak pernah mau berusaha untuk menemukan kebenaran lain selain yang
kita yakini.
Tuhan Maha Tinggi dan tidak seorangpun yang bisa menjangkat Zat
Allah yang Maha tinggi tersebut, dan dalam hal ini kaum sufi yang meyakini
bahwa Tuhan bisa dilihat juga berpendapat seperti ini. Tidak berarti bahwa
ketika kaum sufi berkesempatan memandang Allah, lalu kedudukan Allah menjadi
rendah. Semua manusia memposisikan Tuhan sesuai kadarnya masing-masing makanya
dengan segala keyakinannya menampatkan TUhan ditempat yang tdak terjangkau agar
kedudukan Tuhan tetap tinggi. Lalu, kalau Tuhan sudah sangat tinggi tidak dapat
dijangkau, untuk apa adanya Tuhan?
Tuhan tidak sekedar sesuatu yang disembah, tapi Dia adalah sosok
yang akrab dengan kita, tempat kita berkeluh kesah dan sahabat yang paling
setia. Nabi Ibrahim menjadi “Khalilullah” Sabahat Allah karena kedekatan Beliau
dengan Allah, lalu apakah hanya Ibrahim satu-satunya manusia yang layak menjadi
Sahabat Allah? Nabi Muhammad terkenal sebagai “Habibullah” lalu apakah hanya
Muhammad satu-satunya manusia yang layak menjadi kekasih Allah? Nabi Musa
dikenal dengan “Kalamullah” orang yang diajak berbicara oleh Allah, apakah
hanya Nabi Musa yang mengalami seperti itu. Bagaimana dengan kita yang awam,
orang-orang yang bukan Nabi, apakah tidak boleh berhubungan dengan Allah dengan
akrab?
Kaum sufi yang akrab dengan Tuhan juga tidak merasa dirinya
hebat, tidak merasa dirinya suci dan mulia bahkan disetiap saat dengan
kesadaran penuh dia merasa sebagai hamba yang hina, dhoif, papa tidak bisa apa,
hanya karena kemuarahan hati TUhan saja yang membuat mereka bisa melakukan
banyak hal di dunia ini. Kaum Sufi tidak pernah meyakini bahwa TUhan bisa
menjadi manusi dan manusia karena kesuciannya bisa menjadi Tuhan, bahwa manusia
itu bisa mencapai kedudukan mulia TUhan adalah pendapat diluarorang lain
terhadap pemahaman Sufi. Kesalahan dalam memahami Wahdatul Wujud inilah
kemudian yang membuat kaum sufi mendapat tuduhdan sebagai kelompok sesat dari
orang-orang yang tidak memahaminya.
Kaum Sufi, dari manapun dia berasal dalam berhubungan dengan
Allah tetap memakai meode yang diajarkan oleh Rassulullah yaitu lewat Wasilah.
Karena tidak mungkin manusia bisa berhubungan dengan Allah tanpa ada unsur atau
alat yang diberikan Allah. Dia yang Maha tinggi tidak mungkin dijangkau oleh
manusia yang penuh dengan dosa dan kekurangan. Dalam hal ini seluruh manusia
mempunyai kayakinan yang sama, termasuk Sufi. Allah yang Maha Pemurah
memberikan “Alat Komunikasi” antara manusia dengan Dia yaitu berupa Nur Allah
yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Nur tersebut setelah Nabi Muhammad
wafat diberikan kepada para ulama pewaris Nabi, dengan itulah manusia bisa
berhubungan dengan TUhan. Sebagai alat komunikasi, Wasilah bukanlah ciptaan
manusia, bukan pula manusia, tapi dia adalah sesuatu yang berasal dari sisi
Allah. Inilah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai Tali Allah, yang pangkalnya
ada pada Allah dan ujungnya ada pada kekasih-Nya. Jangankan Allah yang
merupakan Cahaya Maha Tinggi, berhubungan dengan cahaya yang nampak saja harus
ada alatnya. Gelombang radio atau televisi ciptaan manusia tidak bisa diterima
tanpa adanya alat penerimanya apalagi Cahaya Allah yang begitu Tinggi.
Nabi bukanlah sekedar penyampai wahyu, tapi Beliau adalah
pembawa Wasilah yang berasal dari sisi Allah sebagai media penyambug manusia
dengan Allah. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan langsung, tanpa
perantara. Hubungan langsung yang dimaksud tentu saja hubungan dengan
menggunakan metode yag tepat, metode yang telah disampaikan dan digunakan oleh
Rasulullah SAW. Umumnya hubungan langsung yang diyakini oleh manusia secara
umum, dia merasa yakin aja bahwa Tuhan yang disembah itu benar. Mulai dari dia
bisa beribadah, dia meyakini yang disembah dalah Allah. Apkah memang demikian?
Dari mana dia bisa tahu kalau yang berdiri didepannya itu sosok Iblis yang juga
terdiri dari cahaya. Berpuluh-puluh tahun dia meyakini telah menyembah Allah
lewat Shalat dan ibadah lainnya, ternyata yang disembah Iblis karena dia tidak
bisa membedakan antara Allah dan Iblis. Ibadahnya berupa shalat itu diberi
ganjaran Neraka oleh Allah karena yang disembah bukan Allah.
Apakah Iblis tidak bisa
masuk kedalam Mesjid? Jangankan dalam mesjid atau rumah kita, kedalam surga pun
dia bisa bolak balik, bebas keluar masuk. Jadi, kesmbongan kita menolak
wasilah, menyembah Allah dengan metode Rasulullah ini yang menyembabkan kita
mudah disusupi setan yang sangat Halus. Ingat, Nabi Adam digoda oleh Iblis
bukan di Pasar Malam atau di Mall, tapi di dalam Surga yang dipagari oleh para
Malaikat.
Kaum Sufi tidak ragu sedikitpun dia dalam beribadah karena dia
sudah bisa membedakan antara Allah dan yang bukan Allah karena dia telah
berjumpa dengan Allah. Bagi mereka Allah bukan hanya Maha Gaib (Al-Ghaibi)
namun juga Maha Nyata (AD-Dzahir) seperti yang tertulis dalam Asmaul Husna.
Bagi orang yang baru menempuh jalan kepada Allah (Thariqatullah), paling tidak
dia telah mempunyai pembimbing (Mursyid) yang setiap saat akan menuntun dan
membimbing dia kepada Allah secara zahir dan bathin. Godaan dan gangguan secara
bathin dengan izin Allah akan mendapat Syafaat ( Bantuan) dari Guru Mursyid
yang rohaninya selalu bersama rohani Rasulullah dan otomatis selalu bersama
Allah.
Jadi, belum terlambat bagi siapapun kita yang belum menggunakan
metode berhubungan dengan Allah berupa Wasilah untuk segera mencari Guru
Pembimbing agar ibadahnya menjadi sempurna dan diterima oleh Allah SWT.
Ijin nyimak Kang Mas ..........
BalasHapushe...he ijin mantap2 KM
BalasHapusCasinos Near Harrah's Casino and Resort in New Jersey
BalasHapusCasinos 상주 출장마사지 Near 천안 출장마사지 Harrah's Casino and Resort · Casinos Near Harrah's 여주 출장샵 Casino and Resort · Fairfield 광명 출장샵 Inn & Suites by Marriott Grand Detroit, MS · Hyatt 익산 출장안마 Regency Inn by Marriott